Skip to main content

Jawaban bagi Para Pembenci Ahlal Wathan


Beberapa hari ini viral di medsos tentang pelaksanaan ibadah sa’i, karena diantara ritualnya diselingi dengan lantunan syi’ir ya lal wathon yang menjadi lagu wajibnya Nahdlatul Ulama’. Berikut saya sampaikan ulasan tentang hukum pelaksanaan sa’i bergemakan syiir yaa lal wathon tersebut.


Baginda Rasulullah SAW Bersabda:
انما جعل الطواف بالبيت وبين الصفا والمروة ورمي الجمار لإقامة ذكر الله

Dijadikannya thawaf di baitullah, sa’i antara shofa – marwah, dan melempar jimar adalah demi menjaga konsistensi diri dalam berdzikir pada Allah.”

Dari hadits ini tertera secara jelas bahwa thawaf, sa’i, dan melempar jumrah adalah bagian ibadah yang harus diisi penuh dengan dzikir kepada Allah SWT. Tidak sepatutnya bila dalam pelaksanaan ritual ibadah tersebut ternyata kita lalai (ghoflah) dari dzikir kepada Allah terlebih lagi masih membawa kebiasaan maksiat dan belum mau bertaubat. Jadi, sa’i tidak hanya diisi dengan kalimat-kalimat doa, tapi juga dianjurkan untuk melafadlkan dzikir-dzikir.


Apakah syiir ya lal wathan termasuk kategori dzikir?
Jawabannya: iya, benar. Karena syiir tersebut mengajak pada dua kebaikan yakni ingat kepada Allah dan sekaligus mengajak cinta tanah air.

(عون المعبود وحاشية ابن القيم (5/ 239
(إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ) أَيِ الْكَعْبَةِ (وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ) أَيْ وَإِنَّمَا جُعِلَ السَّعْيُ بَيْنَهُمَا (وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ) يَعْنِي إِنَّمَا شُرِعَ ذَلِكَ لِإِقَامَةِ شِعَارِ النُّسُكِ
قَالَهُ المناوي قال علي القارىء أَيْ لِأَنْ يُذْكَرَ اللَّهُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ الْمُتَبَرَّكَةِ فَالْحَذَرَ الْحَذَرَ مِنَ الْغَفْلَةِ وَالطَّوَافُ حَوْلَ البيت والوقوف للدعاء فَإِنَّ أَثَرَ الْعِبَادَةِ لَائِحَةٌ فِيهِمَا
وَإِنَّمَا جُعِلَ رَمْيُ الْجِمَارِ وَالسَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سُنَّةً لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى يَعْنِي التَّكْبِيرُ سُنَّةٌ مَعَ كُلِّ جَمْرَةٍ وَالدَّعَوَاتُ فِي السَّعْيِ سُنَّةٌ

(مرعاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح (9/ 187

وقال القاري: أي لأن يذكر الله في هذه المواضع المتبركة، فالحذر الحذرمن الغفلة. وإنما خُصا بالذكر مع أن المقصود من جميع العبادات هو ذكر الله تعالى لأن ظاهرهما فعل لا تظهر فيهما العبادة، وإنما فيهما التعبد للعبودية بخلاف الطواف حول بيت الله، والوقوف للدعاء فإن أثر العبادة لائحة فيهما. وقيل إنما جعل رمي الجمار والسعي بين الصفا والمروة سنة لإقامة ذكر الله، يعني التكبير مع كل حجر والدعوات المذكورة في السعي سنة، ولا يبعد أن يكون لك من الرمي والسعي حكمة ظاهرة ونكتة باهرة غير مجرد التعبد وإظهار المعجزة، ثم أطال القاري الكلام في ذلك نقلاً عن الطيبي والغزالي، من شاء الوقوف على ذلك رجع إلى المرقاة وأضواء البيان

Hukum Menggaungkan Syi’ir Ya Lal Wathon
Menggaungkan syi’ir yang bertemakan dzikir pada Allah dan cinta tanah air adalah sunnah baik di dalam masjid terlebih lagi di luar masjid.

(تفسير القرطبي 12/ 271)
وَقَدْ رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَيْرِ حَدِيثٍ رُخْصَةٌ فِي إِنْشَادِ الشِّعْرِ فِي الْمَسْجِدِ. قُلْتُ: أَمَّا تَنَاشُدُ الْأَشْعَارِ فَاخْتُلِفَ فِي ذَلِكَ، فَمِنْ مَانِعٍ مُطْلَقًا، وَمِنْ مُجِيزٍ مُطْلَقًا، وَالْأَوْلَى التَّفْصِيلُ، وَهُوَ أَنْ يُنْظَرَ إِلَى الشِّعْرِ فَإِنْ كَانَ مِمَّا يَقْتَضِي الثَّنَاءَ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوِ الذَّبَّ عَنْهُمَا كَمَا كَانَ شِعْرُ حَسَّانَ، أَوْ يَتَضَمَّنُ الْحَضَّ عَلَى الْخَيْرِ وَالْوَعْظَ وَالزُّهْدَ فِي الدُّنْيَا وَالتَّقَلُّلَ مِنْهَا، فَهُوَ حَسَنٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَغَيْرِهَا 

(الفقه على المذاهب الأربعة 1/ 262)

الحنفية قالوا: الشعر في المسجد إن كان مشتملاً على مواعظ وحكم وذكر نعمة الله تعالى وصفة المتقين فهو حسن، وإن كان مشتملاً على ذكر الأطلال والأزمان، وتاريخ الأمم فمباح، وإن كان مشتملاً على هجو وسخف، فحرام، وإن كان مشتملاً على وصف الخدود والقدود والشعور والخصور، فمكروه إن لم يترتب عليه ثوران الشهوة، وإلا حرم.
الحنابلة قالوا: الشعر المتعلق بمدح النبي صلى الله عليه وسلم مما لا يحرم ولا يكره يباح إنشاده في المسجد.
المالكية قالوا: إنشاد الشعر في المسجد حسن إن تضمن ثناء على الله تعالى، أو على رسوله صلى الله عليه وسلم أو حثاً على خير، وغلا فلا يجوز. الشافعية: إنشاد الشعر في المسجد إن اشتمل على حكم مواعظ وغير ذلك مما لا يخالف الشرع؛ ولم يشوش جائز، وإلا حرم

Hukum cinta tanah air ( nasionalisme ) dan hukum tidak cinta tanah air ( anti NKRI dan perangkat-perangkatnya)
Nasionalisme harus terpatri dalam sanubari setiap anak bangsa demi menjaga semangat mempertahankan, siap berkorban dan berjuang demi bangsa, sehingga tetap lestari dalam kemajemukannya baik di bidang agama, suku dan budayanya terpelihara menjadi kekuatan riil demi memperkokoh kedaulatan bangsa. Sehingga terciptalah suasana kehidupan yang damai, saling menghormati, menghargai, melindungi, dan mengasihi.

Dalam sebuah hadits disebutkan:
كان اذا قدم من سفر فنظر الى جدران المدينة أوضع راحلته وان كان على دابة حركها من حبها . رواه البخارى
Tatkala Rasulullah SAW. Pulang dari bepergian dan melihat dinding kota Madinah, beliau mempercepat laju kudanya. Dan bila mengendarai tunggangan, maka beliau gerak-gerakkan karena cintanya pada Madinah.”

Syaikh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani r.a menegaskan bahwa hadits di atas tersebut menunjukkan dua hal pokok: yakni tentang keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air.

(فتح الباري لابن حجر 3/ 621)
وَرِوَايَةُ الْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ هَذِهِ وَصَلَهَا الْإِمَامُ أَحْمَدُ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا وَأَخْرَجَهُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي الْمُسْتَخْرَجِ مِنْ طَرِيقِ خَالِدِ بْنِ مَخْلَدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي كَثِيرٍ وَالْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنْ حُمَيْدٍ وَقَدْ أَوْرَدَ الْمُصَنِّفُ طَرِيقَ قُتَيْبَةَ الْمَذْكُورَةَ فِي فَضَائِلِ الْمَدِينَةِ بِلَفْظِ الْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ رَاحِلَتَهُ بَدَلَ نَاقَتِهِ وَوَقَعَ فِي نُسْخَةِ الصَّغَانِيِّ وَزَادَ الْحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ وَغَيْرُهُ عَنْ حُمَيْدٍ وَقَدْ نَبَّهْتُ عَلَى مَنْ رَوَاهُ كَذَلِكَ مُوَافِقًا لِلْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ فِي الزِّيَادَةِ الْمَذْكُورَةِ وَفِي الْحَدِيثِ دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حب الوطن والحنين إِلَيْهِ

Sayyidina Umar bin Khattab RA. Menjelaskan:
ولولا حب الوطن لخرب بلد السوء فبحب الأوطان عمرت البلدان
Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan semakin hancur suatu negeri yang terpuruk". Maka dengan cinta tanah air, negeri-negeri akan termakmurkan.”

(روح البيان (6/ 442)
قال عمر رضى الله عنه لولا حب الوطن لخرب بلد السوء فبحب الأوطان عمرت البلدان


Kesimpulan:
  1. Menggaungkan syiir ya lal wathon saat pelaksanaan sa’i adalah sebuah kebaikan dengan syarat tidak disuarakan dengan arogan hingga mengganggu yang lain, karena cinta tanah air adalah kewajiban setiap muslimin. Terlebih lagi, saat ini ajaran cinta tanah air banyak yang tidak memahaminya.
  2. Tidak mencintai NKRI beserta perangkatnya adalah perbuatan dosa.
  3. Maka, diharuskan untuk segera bertaubat, terlebih saat melaksanakan ibadah sa’i.


Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1186285111508662&id=100003815530068

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Perkuliahan

 Assalamu'alaikum Mahasiswa! Dalam laman ini akan dideskripsikan ruang keilmuan yang diampu Pak Dosen. Tentu, secara berkala akan dilakukan revisi-revisi yang relevan dengan data dan perkembangan keilmuan. Jadi, halaman ini akan menjadi semacam peta perkuliahan yang memudahkan bagi mahasiswa untuk mengakses pokok-pokok tema pengetahuan yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Perkuliahan yang akan disematkan di sini mengadung kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan materi-materi yang menjadi diskursus pembahasan. Bagi mahasiswa dan pengunjung, jangan lupa untuk memfollow situs ini untuk memudahkan informasi perkembangan keilmuan yang sedang didalami.  Daftar Perkuliahan: Etika Bisnis Islam Akuntansi Syariah Hukum Gadai Pengantar Ekonomi Syariah

Sejarah Filologis Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh

  Secara demografis, Desa Dukuhwaluh merupakan perluasan kawasan Desa Pandak dan Dusun Woeloeng yang berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Bantarwoeni, Desa Karangsari, Desa Bojong dan Desa Artja di sisi selatan. Pemekaran kawasan ini sekaligus menjadikan suatu kawasan administrasi yang baru dengan sebutan Dukuhwaluh. Pada tahun 1992 di sisi barat daya Desa Dukuhwaluh berdiri lembaga pendidikan agama Islam bercorak salafiyyah atas inisiasi Dr. KH. Chariri Shofa, M.Ag atau yang masyhur diingat sebagai Kyai Khariri. Sebelum membuka pemukiman santri di Dukuh Wulung, beliau merupakan salah satu dari badal pendiri dan pengasuh yaitu KH. Muslich bersama Dr. KH. Noer Iskandar al-Barsani di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr...