Skip to main content

Sejarah Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa di Banyumas




Alam spiritual dan tradisi jaya kawijayan sangat kental di kawasan Banyumas raya. Hal itu ditandai dengan banyaknya kelompok-kelompok padepokan, baik dalam skala kecil maupun besar, yang diselenggarakan untuk memperdalam khazanah spiritual dan ilmu bela diri. Sejumlah corak keilmuan juga mengemuka, baik yang bernafaskan lokalitas kejawen, keIslaman maupun modern lintas kepercayaan. Di dalamnya, tak terkecuali khazanah bela diri yang berasal dari kalangan santri dan kiai pengasuh pondok pesantren.

Lima tahun setelah berdiri unit juang Nahdlatul Ulama di bidang pencak silat pada tahun 1986, Pagar Nusa diselenggarakan di kabupaten Banyumas. Inisiasi pembentukan badan otonom Pencak Silat di lingkungan Nahdlatul Ulama tersebut tidak lepas dari sejumlah perguruan lokal yang ada, khususnya perguruan Asma' yang diasuh Kiai Ahmad Arif Kauman Purwokerto Timur. Pada tahun 1991 tersebut sejumlah perguruan lokal yang bersepakat untuk bernaung di bawah panji Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa antara lain seperti Perguruan Maruyung, Perguruan Haa Miim Shaad, Perguruan Belalang Timur, Perguruan Asma' dan lainnya. Dalam pergerakan dalam misi juang Nahdlatul Ulama, Pagar Nusa Banyumas terlibat dalam beberapa peristiwa penting nasional, khususnya ketika konstelasi negara memanas saat jelang reformasi.
 
Dalam masa damai pasca gegeran reformasi, geliat penyelenggaraan organisasi masih mempertahankan pola tradisionalis ala padepokan. Surutnya pengembangan keorganisasian ini diduga bersumber dari penafsiran bahwa Pagar Nusa di kabupaten Banyumas hanya terdiri dari keanggotaan perguruan penyelenggara, yang diistilahkan 'rumpun' pada tahun 1991. Pada perkembangannya, penafsiran tersebut berdampak pada kecenderungan menisbikan partisipasi para santri-santri yang mempelajari Pagar Nusa dari luar daerah, khususnya kawasan Jawa Timur sebagai ornamen non-rumpun. Untuk dapat berkontribusi aktif, para santri-santri pendekar tersebut diwajibkan tergabung kepada ornamen perguruan rumpun yang ada. Alhasil, selama dua dasawarsa lebih Pagar Nusa tidak mengalami perkembangan keorganisasian dan kelembagaan sebagaimana mestinya. Pimpinan Anak Cabang, Rayon dan Pimpinan Ranting dengan kerapian administrasi standar AD/ART dan Peraturan Organisasi menjadi suatu hal yang utopis. Stagnasi tersebut diperkeruh dengan polutan pragmatisme politik lokal dan nasional yang menumbuhkan moral hazzard dan oligarki pengelolaan.

Khitthah Pagar Nusa Banyumas
Pandemi Corona seolah menjadi tonggak perubahan di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah mengistilahkan perubahan tersebut dengan era New-Normal. Angin perubahan tersebut rupa-rupanya jauh berdampak pada pengelolaan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa di kabupaten Banyumas. Status caretaker yang ditetapkan Pimpinan Wilayah Pagar Nusa Jawa Tengah menandai berakhirnya periode pengelolaan tradisional yang telah berlangsung selama 20 tahun. Babak baru pengelolaan terstandarisasi AD/ART PSNU Pagar Nusa tersebut mengamanahkan Ki Rifki Suparyanto sebagai ketua leading sector Pimpinan Cabang Pagar Nusa kabupaten Banyumas.

Menyimak arahan Ketua Umum Pagar Nusa Gus Nabil Haroen, proses revitalisasi Pagar Nusa di kabupaten Banyumas ditekankan pada akslerasi pembentukan jejaring organisasi dan kelembagaan. Di antara ornamen tersebut adalah menghadirkan Pagar Nusa di pondok-pondok pesantren, sekolah basis Nahdlatul Ulama dan kampus-kampus selain Pimpinan Anak Cabang di setiap kecamatan dan Ranting di setiap desa dan kelurahan yang ada. 

Memperkuat pemahaman organisasi melalui kegiatan pengkaderan, disebutkan, sudah sangat mendesak untuk giat diselenggarakan. Hal ini dinilai efektif untuk memupus ego sektoral perguruan dan menyelaraskan tujuan pendekar dan pesilat untuk teguh berkomitmen pada visi misi Pagar Nusa sebagai sebuah gerakan dakwah Islam Ahlussunnah wal Jama'ah an-Nahdliyyah di kawasan Banyumas raya. Membariskan jaringan pendekar (jangkar) pendekar di dalam Komando Pasukan Inti (Pasti) dan siap-sedianya Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) diharapkan akan memperkuat organisasi Pagar Nusa baik di jalur ideologi, organisasi NU maupun kejayaan prestasi.

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Perkuliahan

 Assalamu'alaikum Mahasiswa! Dalam laman ini akan dideskripsikan ruang keilmuan yang diampu Pak Dosen. Tentu, secara berkala akan dilakukan revisi-revisi yang relevan dengan data dan perkembangan keilmuan. Jadi, halaman ini akan menjadi semacam peta perkuliahan yang memudahkan bagi mahasiswa untuk mengakses pokok-pokok tema pengetahuan yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Perkuliahan yang akan disematkan di sini mengadung kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan materi-materi yang menjadi diskursus pembahasan. Bagi mahasiswa dan pengunjung, jangan lupa untuk memfollow situs ini untuk memudahkan informasi perkembangan keilmuan yang sedang didalami.  Daftar Perkuliahan: Etika Bisnis Islam Akuntansi Syariah Hukum Gadai Pengantar Ekonomi Syariah

Sejarah Filologis Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh

  Secara demografis, Desa Dukuhwaluh merupakan perluasan kawasan Desa Pandak dan Dusun Woeloeng yang berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Bantarwoeni, Desa Karangsari, Desa Bojong dan Desa Artja di sisi selatan. Pemekaran kawasan ini sekaligus menjadikan suatu kawasan administrasi yang baru dengan sebutan Dukuhwaluh. Pada tahun 1992 di sisi barat daya Desa Dukuhwaluh berdiri lembaga pendidikan agama Islam bercorak salafiyyah atas inisiasi Dr. KH. Chariri Shofa, M.Ag atau yang masyhur diingat sebagai Kyai Khariri. Sebelum membuka pemukiman santri di Dukuh Wulung, beliau merupakan salah satu dari badal pendiri dan pengasuh yaitu KH. Muslich bersama Dr. KH. Noer Iskandar al-Barsani di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr...