Skip to main content

Ngeri, Bea Jukir di Kota Satria



Parkir. Mengulas bisnis basah ini seolah mengorek kembali bahan obrolan basi di tempat sampah. Omong kosong laten yang menjadi laporan unfaedah jika diperdengarkan pada liang telinga oknum birokrat yang turut mengais maisyah dari sektor ruang publik ini. 

Menyerukan aspirasi, atau bahkan mosi keberatan atas lemahnya penegakan hukum di hadapan birokrat tampaknya hanya dianggap angin lalu. Kemerdekaan yang digaungkan pada setiap Agustusan ambyar seperti ampas jika dihadapkan pada realitas di tengah-tengah masyarakat. Sekalipun viral, dan ada penindakan, itu hanya berjalan sebulan dua bulan. Eksploitasi terhadap masyarakat tetap berlangsung kemudian.

Sudah menjadi rahasia umum, jika ekosistem parkir itu merupakan perselingkuhan kedaulatan yang melibatkan oknum aparat dan birokrat, serta serta sejumlah oknum ormas. Masyarakat paham akan kelindan konspirasi ini. Mereka, berikut orang-orang yang ditokohkan lebih memilih diam dengan sejumlah alasan subjektif yang sulit diterima akal. Maka, tak usah membeber Perda dalam kasus ini, nirguna.

Bayangkan saja, hampir setiap ruang kosong di ruas-ruas kota ada hantu penunggu yang berdiri termangu mengintai para pengendara. Mereka tidak terjangkau hukum. Setoran? Patut kuat disangka. Di sini, banyak yang lebih memilih menutup mata, tentu demi amannya karir politik mereka. 

Setiap hinggap di ruang kosong, kendaraan ditarif Rp.  1.000,- sampai Rp. 5.000,- tergantung skala strategis lokasi parkirannya. Tanpa kupon retribusi. Tanpa jaminan keamanan jika suatu yang tak diinginkan terjadi atas kendaraan. Ironisnya lagi, lazimnya mereka hanya muncul dan menagih parkir saat pengendara akan meninggalkan ruang publik di sisi ruang kota. Sebelumnya, jukir ini hanya diam saja mengamati. Di sisi lain, Satpol hanya sibuk sendiri dengan baliho dan spanduk yang tak berretribusi. Tampak sangat patuh pada intruksi atasan.

Tak sampai di situ saja. Gangguan jalanan seperti pengamen, pengemis dan pedagang kerap di temukan pada lampu merah jalan protokol kota. Apa para birokrat tak pernah melintasi mereka?. Atau CCTV di lampu merah itu padam?. Lantas apa yang membuat mereka lebih memilih bungkam seribu bahasa melihat hukum yang injak-injak di depan mata mereka.

Kegelisahan ini siapa yang harus menanggulangi? Seolah kota ini tak memiliki otoritas dengan segala marwahnya. Inilah yang dimaksud neo-imperialisme oleh para pendiri bangsa. Hukum telah runtuh, seiring rapuhnya mental para otoritas yang mengampu kekuasaan. 







Comments

Popular posts from this blog

Daftar Perkuliahan

 Assalamu'alaikum Mahasiswa! Dalam laman ini akan dideskripsikan ruang keilmuan yang diampu Pak Dosen. Tentu, secara berkala akan dilakukan revisi-revisi yang relevan dengan data dan perkembangan keilmuan. Jadi, halaman ini akan menjadi semacam peta perkuliahan yang memudahkan bagi mahasiswa untuk mengakses pokok-pokok tema pengetahuan yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Perkuliahan yang akan disematkan di sini mengadung kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan materi-materi yang menjadi diskursus pembahasan. Bagi mahasiswa dan pengunjung, jangan lupa untuk memfollow situs ini untuk memudahkan informasi perkembangan keilmuan yang sedang didalami.  Daftar Perkuliahan: Etika Bisnis Islam Akuntansi Syariah Hukum Gadai Pengantar Ekonomi Syariah

Sejarah Filologis Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh

  Secara demografis, Desa Dukuhwaluh merupakan perluasan kawasan Desa Pandak dan Dusun Woeloeng yang berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Bantarwoeni, Desa Karangsari, Desa Bojong dan Desa Artja di sisi selatan. Pemekaran kawasan ini sekaligus menjadikan suatu kawasan administrasi yang baru dengan sebutan Dukuhwaluh. Pada tahun 1992 di sisi barat daya Desa Dukuhwaluh berdiri lembaga pendidikan agama Islam bercorak salafiyyah atas inisiasi Dr. KH. Chariri Shofa, M.Ag atau yang masyhur diingat sebagai Kyai Khariri. Sebelum membuka pemukiman santri di Dukuh Wulung, beliau merupakan salah satu dari badal pendiri dan pengasuh yaitu KH. Muslich bersama Dr. KH. Noer Iskandar al-Barsani di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr...