Skip to main content

Destinasi Wisata Religi di Banyumas Raya

Penulis berijtihad membagi kalangan auliya', syuhada dan shalihin di kawasan Banyumas Raya ke dalam tiga fase, yaitu pepunden, kasepuhan dan kanoman. Era pepunden adalah mereka para ulama yang hidup dan berjuang membawa Islam pada awal mula ke kawasan Banyumas Raya. Mereka dalam perspektif historis hidup pada zaman pra-Indonesia. Sedangkan era kasepuhan adalah para ulama yang hidup dan berjuang di kawasan Banyumas Raya pada masa pendudukan kolonialisme Eropa di Nusantara. Sedangkan era Kanoman adalah mereka para ulama yang hidup dan berjuang setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya pelacakan sejarah dan kisah hidup terus penulis lakukan. Ini penting, mengingat informasi-informasi baru dari para pembaca selalu masuk untuk semakin melengkapi kodifikasi para tokoh Islam di kawasan Banyumas Raya. Bagaimanapun, hampir ratusan bahkan ribuan tahun semenjak abad ke-6 cahaya Islam terbit dari barat, sejumlah muballigh terus hadir di sejumlah pelosok untuk menebarkan rahmat Islam tanpa henti. Berhenti mencatat mereka, sama artinya memadamkan salasilah cahaya suci itu sendiri.

Kabupaten Banyumas
  1. Mbah Kalibening Dawuhan Banyumas lokasi makam
  2. Syaikh Makhdum Wali Karanglewas lokasi makam
  3. Mbah Raden Banyak Blanak alias Pangeran Senapati Mangkubumi I, Gulagumantung, Pasir
  4. Mbah Raden Banyak Geleh alias Pangeran Senapati Mangkubumi II, Gula Gumantung, Pasir
  5. Mbah Abdus Salam, Gunung Lurah Cilongok
  6. Mbah Abdus Shomad, Jombor, Cipete, Cilongok
  7. Mbah Hasanuddin alias Mbah Lambak, Kalibening, Dawuhan, Banyumas
  8. Mbah Raden Bagus Santri, Jombor, Cilongok
  9. Mbah Raden Ragan Tali, Gerduren, Purwojati
  10. Mbah Sayyid Hamzah, Baseh, Kedungbanteng
  11. Mbah Panglima Raja Mazmur, Kendalisada, Kalibagor
  12. Mbah Maruyung, Sudagaran, Banyumas
  13. Mbah RM. Muhammad Ilyas bin Ali Dipawangsa, Sokaraja
  14. Syaikh Abdul Malik, Kedungparuk, Ledug, Kembaran
  15. Mbah Kiai Muhammad Muqri bin Thoyyib, Sirau, Kemranjen
  16. Kiai Muhammad Ngisa, Gebangsari, Tamansari, Karanglewas
  17. Sayyid Abu Ismanapi alias Mbah Raden Paguwan (Kiai Adipati Wirahudaya)
  18. Sayyid Abu Ismanapi Attas Djamnga alias Kiai Rangga Sidayu
  19. Mbah Mustholih, Cikakak, Pekuncen
  20. Mbah Munhasir, Jingkang, 
  21. Mbah Raden Arya Baribin Pandita Putra, Sikancau, Kemranjen
  22. Sayyid Kiai Sambarto alias Kiai Mranggi Semu, Kejawar, Banyumas
  23. Mbah Nyai Rara Ngaisah alias Nyai Mranggi, Kejawar, Banyumas
  24. Raden Semangun alias Adipati Jaka Kaiman, Dawuhan, Banyumas
  25. Mbah Dewa Kusuma, Kebutuh, Sokaraja
  26. Mbah Singadipa, Panembangan, Cilongok
  27. Mbah Abdul Latif alias Mbah Balong, Wangon
  28. Kiai Usman, Kalisalak, Kedungbanteng
  29. Syaikh Imam Rozi, Kebonkapol, Sokaraja
  30. Mbah Gusti Aji alias Panembahan Giri Rahayu, Karangdelima, Petahunan, Pekuncen
  31. Mbah Raden Mas Surya Muhammad Syaikh Nur Chakim, Pasir Wetan, Karanglewas
  32. Mbah Nuh, Pageraji, Cilongok
  33. Kiai Muslich, Karangsuci, Purwokerto
  34. Kiai Chariri Shofa, Dukuhwulung, Dukuhwaluh, Kembaran

Kabupaten Purbalingga

  1. Syarif Abdurrahman Al-Qadri alias Syaikh Atas Angin, Cahyana
  2. Pangeran Munding Wangi alias Mbah Jambu Karang, Ardi Lawet, Penusupan, Rembang
  3. Syaikh Makhdum Husein, Rajawana, Karangmoncol
  4. Syaikh Makdum Wali Perkasa, Pekiringan, Karangmoncol
  5. Mbah Sayyid Kuning, Onje, Mrebet
  6. Sayyid Kiai Abu Boworo alias Ki Ageng Buwara I, Bukateja
  7. Mbah Kiai Wirahudaya alias Adipati Paguwon, Bukateja
  8. Kiai FAkih, Suro, Grantung, Karangmoncol
  9. Kiai Hisyam Abdul Karim, Kalijaran

Kabupaten Banjarnegara

  1. Kanjeng Sunan Gripit, Gripit, Banjarmangu
  2. Kanjeng Sunan Antas Angin, Wonojenong, Pagendongan
  3. Syaikh Abdurrahman, Panggisari, Mandiraja
  4. Ki Tunggul Wulung, Kalilandak, Purwareja Klampok
  5. Mbah Wali Palupih, Kertayasa, Gelang, Rakit
  6. Kanjeng Sunan Girilangan, Gumelem Wetan, Susukan
  7. Nyai Dewi Nawangwulan, Selamerta, Mandiraja
  8. Ki Ageng Selamanik, Selamanik, Kutabanjarnegara

Kabupaten Cilacap



Comments

Popular posts from this blog

Daftar Perkuliahan

 Assalamu'alaikum Mahasiswa! Dalam laman ini akan dideskripsikan ruang keilmuan yang diampu Pak Dosen. Tentu, secara berkala akan dilakukan revisi-revisi yang relevan dengan data dan perkembangan keilmuan. Jadi, halaman ini akan menjadi semacam peta perkuliahan yang memudahkan bagi mahasiswa untuk mengakses pokok-pokok tema pengetahuan yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Perkuliahan yang akan disematkan di sini mengadung kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan materi-materi yang menjadi diskursus pembahasan. Bagi mahasiswa dan pengunjung, jangan lupa untuk memfollow situs ini untuk memudahkan informasi perkembangan keilmuan yang sedang didalami.  Daftar Perkuliahan: Etika Bisnis Islam Akuntansi Syariah Hukum Gadai Pengantar Ekonomi Syariah

Sejarah Filologis Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh

  Secara demografis, Desa Dukuhwaluh merupakan perluasan kawasan Desa Pandak dan Dusun Woeloeng yang berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Bantarwoeni, Desa Karangsari, Desa Bojong dan Desa Artja di sisi selatan. Pemekaran kawasan ini sekaligus menjadikan suatu kawasan administrasi yang baru dengan sebutan Dukuhwaluh. Pada tahun 1992 di sisi barat daya Desa Dukuhwaluh berdiri lembaga pendidikan agama Islam bercorak salafiyyah atas inisiasi Dr. KH. Chariri Shofa, M.Ag atau yang masyhur diingat sebagai Kyai Khariri. Sebelum membuka pemukiman santri di Dukuh Wulung, beliau merupakan salah satu dari badal pendiri dan pengasuh yaitu KH. Muslich bersama Dr. KH. Noer Iskandar al-Barsani di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr...