Skip to main content

Fatwa Absurd, Bunga Bank itu Riba?



Menarik jika memperhatikan putusan-putusan fatwa ormas Islam seputar bunga bank. Hatta, MUI sebagai organisasi masyarakat Islam yang terdiri dari perutusan aneka ormas Islam di Indonesia. Sebagian besar dari ormas Islam dengan penuh keyakinan menghukumi bunga bank sebagai riba. Artinya, haram dan terlarang. 

Putusan fatwa tersebut, sebahagian besar dengan penuh semangat, memberikan hukuman seberat-beratnya terhadap perilaku membungakan uang oleh dunia perbankan. Namun demikian, tampaknya ada yang luput dari para mufti ormas tersebut. Ya, bahwa perbankan syariah tidak membuka layanan hutang sebagaimana perbankan konvensional. 

Jadi, umat Islam, selaku nasabah mayoritas di negeri ini sama sekali tidak diberi ruang untuk menolong dirinya sendiri ketika dalam keadaan keuangan yang mendesak. Bermaksud berhutang kepada bank syariah tak diberi pintu, sementara berhutang pada bank konvensional mereka dihadang oleh bunga pinjaman yang dihukumi ribawi. Sekali lagi, umat Islam diposisikan pada persimpangan jalan tanpa adanya kejelasan arah dan tujuan.

Terminologi riba dan bunga bank tak banyak berubah dan menjadi perhatian yang serius dari para pengambil keputusan (mufti) ormas-ormas Islam. Di tengah kebingungan tersebut, umat Islam terlihat pasrah dengan keadaan dan merelakan diri terjerumus kepada 'kubangan riba' versi mufti ormas Islam. Minus ormas NU, tentunya.

Sebagaimana diketahui, Nahdlatul Ulama belum menganulir putusan Muktamar Ke-2 di Surabaya pada tahun 1927 yang memutuskan bahwa bunga bank menyimpan tiga hukum, yaitu halal, syubhat dan haram. Dalam pandangan penulis, selama bank syariah belum membuka diri dengan akun pembiayaan hutang (qardh al-hasan), maka selama itu pula fatwa Muktamar NU tersebut merupakan fatwa yang paling relevan bagi seluruh umat Islam di Indonesia.

Disebutkan, bunga bank diperbolehkan jika terdapat sejumlah alasan mendasar. Pertama, adanya saling rela di antara nasabah dan bank; kedua, tidak ada unsur pemerasan (zalim) yang tersembunyi pada kedua belah pihak; dan, ketiga, mengandung manfaat untuk kemaslahatan umum. Artinya bukan merupakan kebutuhan konsumtif non-primer.

Sementara, bunga bank jatuh pada hukum haram jika; pertama, terdapat unsur tambahan (ziyadah) pembayaran hutang atas pokok yang dipinjamkan; kedua, tambahan tersebut tanpa adanya iwadh atau muqbil (resiko) yang semata karena tenggang waktu angsuran atau pelunasan; ketiga, tambahan tersebut disyaratkan pada permulaan akad; keempat, bunga bank tersebut merupakan upaya pemerasan pihak bank kepada nasabah.

Dan yang menarik, fatwa Ulama pada Muktamar Ke-2 Nahdlatul Ulama tersebut penghalalan bunga bank disyaratkan jika tidak terdapatnya bank syariah yang memposisikan diri sebagai penolong keuangan umat Islam dari sistem rente perbankan konvensional. Namun demikian faktanya, realitas perbankan hari ini hingga akhir tahun 2022 belum ada satupun perbankan syariah yang membuka pembiayaan qardh al-hasan dengan layanan yang maksimal selain penyaluran zakat produktif. Lantas, siapa gerangan yang akan menolong umat Islam di Indonesia dalam masalah keuangan mereka?

Comments

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak dan bertanggungjawab.

Popular posts from this blog

Daftar Perkuliahan

 Assalamu'alaikum Mahasiswa! Dalam laman ini akan dideskripsikan ruang keilmuan yang diampu Pak Dosen. Tentu, secara berkala akan dilakukan revisi-revisi yang relevan dengan data dan perkembangan keilmuan. Jadi, halaman ini akan menjadi semacam peta perkuliahan yang memudahkan bagi mahasiswa untuk mengakses pokok-pokok tema pengetahuan yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Perkuliahan yang akan disematkan di sini mengadung kontrak perkuliahan, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan materi-materi yang menjadi diskursus pembahasan. Bagi mahasiswa dan pengunjung, jangan lupa untuk memfollow situs ini untuk memudahkan informasi perkembangan keilmuan yang sedang didalami.  Daftar Perkuliahan: Etika Bisnis Islam Akuntansi Syariah Hukum Gadai Pengantar Ekonomi Syariah

Sejarah Filologis Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh

  Secara demografis, Desa Dukuhwaluh merupakan perluasan kawasan Desa Pandak dan Dusun Woeloeng yang berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Bantarwoeni, Desa Karangsari, Desa Bojong dan Desa Artja di sisi selatan. Pemekaran kawasan ini sekaligus menjadikan suatu kawasan administrasi yang baru dengan sebutan Dukuhwaluh. Pada tahun 1992 di sisi barat daya Desa Dukuhwaluh berdiri lembaga pendidikan agama Islam bercorak salafiyyah atas inisiasi Dr. KH. Chariri Shofa, M.Ag atau yang masyhur diingat sebagai Kyai Khariri. Sebelum membuka pemukiman santri di Dukuh Wulung, beliau merupakan salah satu dari badal pendiri dan pengasuh yaitu KH. Muslich bersama Dr. KH. Noer Iskandar al-Barsani di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr...